Pages

Selasa, 30 Oktober 2012

Baru Dua Tahun Berdiri, Batik Wardah Langsung Berkembang

Batik Banjarnegara dengan pusatnya di Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon, serta Desa Panerusan Wetan Kecamatan Susukan hingga saat ini telah mengalami perkembangan positif, menyusul dengan banyaknya pesanan dari para kolektor. Maka tak ayal jika jumlah pengrajin batik yang semula hanya tinggal 22 orang pada tahun 2003 kini jumlahnya meningkat menjadi lebih dari 200 Orang.

Himbuan dari Pemerintah Kabupaten Banjarnegara tentang penggunaan pakaian batik bagi semua Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2004, nampaknya menjadi penyebab terjadinya peningkatan jumlah pengrajin tersebut
Hingga kini memang belum ada yang melakukan penelitian secara khusus tentang keberadaan Batik Gumelem, namun beberapa sumber menyebutkan bahwa Batik Gumelem sudah ada sejak zaman berdirinya tanah perdikan Gumelem di bawah pengaruh Keraton Surakarta yang kemudian menjadi daerah Kademangan.
Seiring dengan membaiknya dunia perbatikan, para perancang busana di Banjarnegara nampaknya juga memanfaatkan momen baik dengan menampilkan berbagai model busana yang cukup modis bahkan lebih gaul lagi, sehingga pakaian yang biasanya hanya dipakai oleh orang-orang dewasa dalam acara-acara resmi dan sebagai pakaian dinas bagi Pegawai Negeri Sipil kini telah merambah ke barbagai lapisan masyarakat di Banjarnegara.
Triono dan Nanik Suparni dari Desa Panerusan Wetan, Kecamatan Susukan adalah suami istri yang sejak tahun 2010 ikut nguri-uri keberadaan batik tulis Gumelem, dengan maksud memperdayakan kaum perempuan yang memiliki kemampuan membatik.
Ketika tim liputan Derap Serayu berkunjung ke rumah batik “Wardah” nampak beberapa ibu sedang sibuk dengan cantingnya masing-masing. Mbah Narisem  yang sudah puluhan tahun membatik, kala itu sedang mengerjakan batik dengan motif Parang Mrica.
Tangan keriput nenek berusia 75 tahun itu sepertinya tidak mengenal lelah menggoreskan canting segaris demi segaris di atas kain mori berwarna putih. Ini memberikan pertanda bahwa perubahan jaman yang sudah begitu pesat, ternyata tidak melunturkan kecintaannya pada dunia batik tulis Gumelem.
Kami baru dua tahun mengembangkan batik tulis “Gumelem”, ucap Triono selaku pemilik Galeri Batik “Wardah” mengawali perbincangannya dengan tim liputan Derap Serayu. Meski begitu Triono beserta istrinya Nanik Suparni, berusaha untuk bisa menampilkan batik yang bisa diterima masyarakat.
Karena itu jenis batik yang diproduksi, kecuali batik tulis murni juga ada batik cap, semi batik tulis dan batik printing. Adapun jumlah batik yang diproduksi dalam setiap bulannya mencapai sekitar 712. Terdiri dari batik tulis murni sebanyak 12 lembar, semi batik tulis sebanyak 200 lembar dan batik printing sebanyak 500 lembar.
Menurut Triono, produksi batik sebanyak itu dikerjakan oleh 40 orang pembatik dan 2 orang tenaga pewarnaan. Dari tenaga pembatik yang ada sebagian besar adalah generasi lama dan hanya sedikit pembatik yang muda.
Selama ini Triono memang mengakui rasa kekhawatirannya akan keberadaan batik tulis Gumelem, karena pelaku seni rupa dua dimensional itu rata-rata didominasi oleh pembatik berusia 50 tahun ke atas dan hanya sedikit sekali pembatik yang berusia 50 tahun ke bawah.
Karena itu dalam rangka ikut melestarikan keberadaan batik tulis Gumelem, Triono dan Nanik Suparni telah melakukan regenerasi dengan melatih beberapa generasi muda di sekitarnya, termasuk memberikan kesempatan kepada para siswa yang ingin belajar membatik, Katanya.
Menyinggung tentang memasaran, selama ini tidak ada masalah kerena para pembeli pada umumnya dating sendiri ke lokasi. Sebagian besar hasil produksinya adalah berdasarkan pesanan dan sebagian lagi ada yang memasarkan di daerah Semarang dan Jakarta. Batik produksi Wardah di jual dengan harga antara Rp 150 ribu hingga Rp Rp 500 ribu. Selengkapnya Klik Disini. (s.bag).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar